Healthy Everyday and Everywhere

Hati-hati, Disfungsi Ereksi Bisa Jadi Pertanda Awal Sakit Jantung

Disfungsi Ereksi (DE) selama ini sering dianggap masalah yang hanya berkaitan dengan isu psikis, sementara, tidak serius atau bagian dari proses penuaan. Namun, praktisi medis kini memperingatkan bahwa DE memiliki implikasi mengancam nyawa. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, terdapat peningkatan bukti medis yang menunjukkan bahwa DE merupakan peringatan awal penyakit kardiovaskular.

Konsultan dan Kepala Unit Urologi Universitas Indonesia (UUI), Prof. dr. Zulkifli Md. Zainuddin mendukung fakta tersebut. Beliau menjelaskan, disfungsi ereksi menjadi salah satu penyebab penyakit kardiovaskular atau penyakit arteri yang membawa risiko pada jantung.

"Meskipun tidak semua pria yang mengalami DE akan menghadapi risiko penyakit jantung, namun kami sarankan pasien mengambil langkah proaktif dan segera ke dokter untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko," katanya ketika menyampaikan ceramah.

Di Indonesia menurut sebuah studi,  rata-rata diperkirakan tiga dari lima pria (3:5) urban berusia 40 tahun ke atas mengalami masalah disfungi ereksi. Masalah ini meningkat sesuai usia di mana DE ditemukan terjadi pada satu dari lima (1:5) pria berusia 50 - 59 tahun, pria berusia 60 - 69 tahun (2:5) dan pria berusia 70 tahun ke atas (3:5).

Penyebab dan risiko

Ada beberapa penyebab fisik DE. Namun penyebab yang paling umum adalah ke kekurangan aliran darah ke penis dan kerusakan saraf. Gejala ini menyebabkan 'arteriosclerosis’ (pengerasan dan kontraksi arteri) yang akan mengurangi penyaluran darah ke seluruh tubuh dan bisa menimbulkan impoten (impotensi).

Sebenarnya, ereksi dimulai dengan stimulasi indera atau otak. Impuls dari otak dan saraf terkait menyebabkan otot ‘Corpora Cavernosa' bereaksi. Ini memungkinkan darah disalurkan dan menciptakan tekanan dalam 'Corpora Cavernosa' dan membuat penis mengembang/ereksi. Jika ereksi gagal dicapai dan dipertahankan dalam hubungan seksual, maka seseorang itu dikatakan mengalami DE.

“ DE harus ditanggapi serius karena bisa menjadi pertanda keberadaan dan serangan penyakit arteri. Secara rata-rata DE muncul dua sampai tiga tahun sebelum gejala penyakit tersebut. Jadi, jika pasien mengalami masalah ini, dia harus mendapatkan nasihat dokter” kata dr. Zulkifli.

 “Pria perlu meningkatkan pengetahuan tentang DE dan memahami penyebab, akibat dan metode-metode pengobatan yang aman demi kesejahteraan hidup mereka.” lanjutnya.

Pengobatan

Banyak penderita yang mengambil jalan pintas dengan mencoba berbagai jenis 'obat kuat' yang sebenarnya bisa membahayakan. Seharusnya DE diobati dengan terapi dan obat-obatan dalam pengawasan dokter.

Survei Bayer Schering Pharma menyarankan pasien menggunakan hormon testosteron sebagai terapi pengganti (replacement therapy). Pemberian hormon ini juga digunakan untuk mengatasi depresi, mengencangkan otot-otot yang kendor, meningkatkan kualitas hidup dan melancarkan pengeluaran air seni.

Pada waktu pemberian pengobatan hormon testosteron, perlu juga dilakukan kontrol pemeriksaan - persentase jumlah sel darah merah (eritrosit) di dalam seluruh volume darah (hematokrit), fungsi hati, dan prostat (dengan pemeriksaan prostat spesifik antigen)  setiap 3 bulan.

” Hasilnya menunjukkan dengan terapi ini penderita DE kini bukan saja menikmati kespontanan tetapi ereksi menjadi lebih maksimal. Bahkan durasi ereksi menjadi lebih lama dan berhasil memuaskan pasangan masing-masing.” tambah Dr. Zulkifli

Menurutnya, bantuan terapi pengobatan DE bukan saja bisa mengurangi risiko penyakit jantung dan mampu mengembalikan kepercayaan diri namun juga akan meningkatkan prestasi seksual dan memulihkan hubungan dengan pasangan. (ks/ppi)




Next Older Post
Hati-hati, Disfungsi Ereksi Bisa Jadi Pertanda Awal Sakit Jantung